Konsepsi Dasar Norma-Norma Pembentuk Undang-Undang

BAB II
a. Konsepsi Dasar Norma-Norma Pembentuk Perundang-Undangan
1. Norma Hukum Umum dan Norma Hukum Individual
Norma hukum dapat dibedakan dari segi alamat yang dituju (addressat) atau siapa yang dituju. Norma hukum umum adalah suatu norma hukum yang ditunjukan untuk orang banyak, umum, dan tidak tertentu. ‘Umum’ di sini dapat berarti bahwa suatu peraturan itu ditunjukan untuk semua orang atau semua warganegara, sedangkan norma hukum individual adalah norma hukum yang ditujukan atau dialamatkan pada seseorang, beberapa orang atau banyak orang tertentu.
2. Norma Hukum Abstrak dan Norma Hukum Konkrit
Norma hukum abstrak adalah suatu norma hukum yang melihat pada perbuatan seseorang yang tidak ada batasnya dalam arti konkrit. Sedangkan norma hukum konkrit adalah suatu norma hukum yang melihat perbuatan seseorang itu secara lebih nyata (konkrit).
3. Norma Hukum einmahlig dan norma hukum dauerhafting.
Norma hukum einmahlig adalah norma yang berlaku sekali selesai, sedangkan norma hukum duerhafting adalah norma hukum yang berlaku terus menerus.
4. Norma Hukum Tunggal dan Norma hukum Berpasangan
Norma hukum tunggal adalah norma hukum yang berdiri sendiri dan tidak diikuti oleh suatu norma hukum lainnya. Norma hukum ini hanya merupakan suatu suruhan tentang bagaimana seseorang bertindak atau bertingkah laku sebagaimana mestinya.
5. Norma berlaku ke luar
Riuter berpendapat bahwa, di dalam peraturan perundangan-undangan terdapat tradisi yang hendak membatasi berlakunya norma hanya bagi mereka yang tidak termasuk, dalam organisasi pemerintah. Norma hanya ditunjukan kepada rakyat dan pemerintah, hubungan antar sesamanya, maupun antar rakyat dan pemerintah. Norma yang mengatur bagian-bagian organisasi pemerintah dianggap bukan norma yang sebenarnya, dan hanya dianggap norma organisasi. Oleh karena itu, norma hukum dalam peraturan perundang-undangan selalu disebut “berlaku ke luar”.
6. Dalam hal ini terdapat pembedaan antara norma yang umum (algemeen) dan yang individual (individueel), hal ini dilihat dari adressat (alamat) yang dituju, yaitu ditunjukan kepada “setiap orang” atau kepada “orang tertentu”, serta antara norma yang abstrak dan yang konkrit jika dilihat dari hal yang diaturnya, apakah mengatur peristiwa-peristiwa yang tertentu atau mengatur peristiwa-peristiwa yang tidak tertentu.
b. Norma Fundamental Negara
Di dalam sistem Hukum Indonesia, terdapat satu sistem norma yang di sebut “subsistem norma hukum Indonesia” menurut penjelasan UUD 1945, dalam subsistem norma hukum ini pancasila ditempatkan dalam kedudukan norma tertinggi negara/norma fundamental negara.
Hans Kelsen mengembangkan teori Hirearki Norma Hukum (stufentheorie Kelsen) bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hirearki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi.
Pembukaan UUD 1945 sebagai suatu Norma Fundamental Negara, yang menurut istilah Notonagoro merupakan Pokok Kaidah Fundamental Negara Indonesia ialah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar dari suatu negara, termasuk norma pengubahnya. Hakikat hukum suatu Staatsfundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi atau undang-undang dasar. Ia terlebih dahulu ada sebelum adanya konstitusi atau undang-undang dasar.
c. Asas Perundang-Undangan
 Azas materi muatan perundang-undangan
Materi muatan peraturan perundang-undangan juga mengandung asas-asas yang harus ada dalam sebuah peraturan perundang-undangan. Asas-asas tersebut sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004. Ayat (1) sebagai berikut:
“Materi Muatan Peraturan Perandang-undangan mengandung azas :
• Azas Pengayoman
• Azas Kemanusian
• Azas Kebangsaan
• Azas Kekeluargaan
• Azas Kenusantaraan
• Azas Bhinneka tunggal ika
• Azas Keadilan
• Azas Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
• Azas Ketertiban dan kepastian hukum dan atau
• Azas Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Sedangkan ayat (2), menyatakan: “Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan”.
 Azas pembuatan perundang-undangan yang baik
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, mengingatkan kepada pembentuk undang-undang agar selalu memperhatikan asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik dan asas materi muatan. Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
1. Asas kejelasan tujuan
2. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
3. Asas kesesuaian antara jenis,hierarki, dan materi muatan
4. Asas dapat dilaksanakan
5. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan
6. Asas kejelasan rumusan
7. Asas keterbukaan

 Azas berlakunya perundang-undangan
Prof. Purnadi Purbacaraka dan Prof. Soerjono Soekantanto, memperkenalkan enam asas sebagai berikut:
1. Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut (non retroaktif).
2. Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
3. Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum (lex specialis derogat lex generalis).
4. Peraturan perundang-undangan yang berlaku belakangan membatal-kan peraturan perundang-undangan yang berlaku terdahulu (lex posteriori derogate lex periori).
5. Peraturan perundang-undangan tidak dapat di ganggu gugat.
6. Peraturan perundang-undangan sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan materil bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan atau pelestarian (asas welvaarstaat).

DAFTAR RUJUKAN:
1. Prof. Dr. I Gede Pantja Astawa, S.H., M.H. & Suprin Na’a, S.H., M.H. “DINAMIKA HUKUM DAN ILMU PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA”, Bandung, PT. Alumni, 2008.
2. http://vjkeybot.wordpress.com/2012/03/28/norma-norma-pembentukan-perundang-undangan/ (Diakses 17 Maret 2014).
3. http://vjkeybot.wordpress.com/2012/04/14/materi-muatan-perundang-undangan/ (Diakses 17 Maret 2014).